Ombudsman Prihatin Cluster di Bekasi Digusur meski Ada SHM: Berarti Negara Tak Akui Produk Legal
Ombudsman (DOK Ombudsman)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika prihatin dengan polemik penggusuran rumah di cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat. Peristiwa ini disebutnya menandakan negara tak mengakui produk legal berupa sertifikat hak milik (SHM) yang dikantongi warga.

"Komentar saya prihatin saja. Berarti kalau begitu negara sudah tidak mengakui produk legal yang dikeluarkan oleh negara," kata Yeka kepada wartawan di kantornya, Jakarta Selatan yang dikutip pada Selasa, 4 Februari.

Yeka juga menilai telah terjadi kejanggalan dalam polemik tersebut. "Sebetulnya perlu ditata kelola terkait hal ini. Perlu dibenahi gitu, ya, kasihan masyarakat," tegasnya.

Penggusuran 27 bidang tanah di cluster Setia Mekar Residence 2 berdasarkan putusan PN Bekasi bernomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997 jadi sorotan publik. Sebab, bangunan tersebut telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang dikeluarkan Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Bekasi.

Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Bekasi Darman Simanjuntak kemudian buka suara. Katanya, penggusuran ini disebabkan karena urusan perdata jual beli bukan karena penggandaan sertifikat.

Darman menjelaskan 27 bidang tanah di daerah tersebut telah memiliki sertifikat hak milik atau SHM sejak 1973. Kemudian, pihak tersebut memecahnya menjadi empat sertifikat lantaran memiliki bidang tanah yang sangat luas.

Selanjutnya, empat sertifikat itu dijual kembali ke pihak lain. "Nah, ternyata yang jadi masalah tadi yang dijual ke si A itu sebelum dipecah (jadi beberapa sertifikat, red) gitu," jelasnya saat dihubungi VOI, Senin, 3 Februari.

"Ada AJB (akta jual beli) lagi dijual ke yang lain. Ahli waris yang menerima penjualan itulah yang menggugat, malah menang gitu," sambungnya.

Proses jual beli itu, Darman bilang sudah terjadi sejak lama. Sehingga, masyarakat yang berada di atas tanah bermasalah itu digusur sesuai putusan dan pemerintah tak bisa ikut campur.

"Ini bukan masalah sertifikat, jadi ada penjualan dua kali. Terus BPN mau ngapain? Itu, kan, urusan keperdataan kayak orang jual beli gitu," tutur Darman.