Bukan Air Galon, Isu Bahaya BPA di Luar Negeri Dikaitkan dengan Botol Bayi
Ilustrasi botol bayi (ANTARA/Handout)

Bagikan:

JAKARTA - Di berbagai negara, terutama di Eropa dan Amerika Serikat, isu mengenai kandungan Bisphenol A (BPA) lebih sering dikaitkan dengan kemasan makanan dan minuman tertentu, seperti air minum dalam kemasan, air galon hingga botol bayi dan wadah plastik untuk makanan.

Regulasi di negara-negara tersebut umumnya berfokus pada batas aman penggunaan BPA dalam produk yang digunakan oleh bayi dan anak-anak. Namun, perdebatan tentang BPA di Indonesia justru lebih banyak dikaitkan dengan air minum dalam kemasan galon guna ulang, yang menimbulkan perbedaan pandangan di kalangan pakar dan masyarakat.

Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) menyoroti bahwa isu BPA di luar negeri awalnya lebih banyak membahas keamanan penggunaan botol bayi, bukan galon air minum.

“Kalau di luar negeri itu sebenarnya fokus awalnya pada botol bayi, saya heran kenapa di Indonesia tiba-tiba isu yang muncul malah spesifiknya ke galon,” ujar anggota PATPI, Hermawan Seftiono, dalam keterangan resminya di Jakarta, seperti dikutip ANTARA.

Hermawan menegaskan bahwa perdebatan mengenai BPA di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di luar negeri. Di Indonesia, perhatian lebih diarahkan pada penggunaan galon berbahan polikarbonat, padahal belum ada laporan yang membuktikan adanya dampak negatif dari konsumsi air dalam kemasan tersebut, baik di Eropa maupun negara-negara lainnya. Di negara maju, penggunaan polikarbonat masih dikategorikan aman.

Penelitian yang dilakukan di Eropa dan Amerika lebih berfokus pada berbagai jenis kemasan yang mengandung BPA. Hasil kajian menunjukkan bahwa kemasan tersebut masih memenuhi standar keamanan pangan karena kadar BPA yang terkandung di dalamnya berada dalam ambang batas aman.

Menurut Hermawan, masifnya penyebaran informasi mengenai bahaya BPA di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh viralnya isu tersebut di media sosial. Hal ini menyebabkan kesalahpahaman publik mengenai hubungan antara BPA dan galon polikarbonat.

"Memang agak aneh saja, mungkin sekitar tahun 2000-an tiba-tiba muncul isu spesifik terkait galon di Indonesia," ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, menegaskan bahwa penelitian yang sering dikutip dalam perdebatan ini tidak secara spesifik membahas BPA sebagai bahan utama dalam produksi galon polikarbonat.

Oleh karena itu, menurutnya, penelitian tersebut tidak dapat dijadikan dasar utama dalam polemik mengenai BPA dalam galon guna ulang. Ia memastikan bahwa konsumsi air dari galon berbahan polikarbonat tetap aman karena sudah memenuhi standar SNI serta telah melalui berbagai uji kelayakan pangan.

“Jika suatu produk kemasan sudah terstandarisasi SNI, itu berarti kadar toleransi terhadap kemungkinan cemaran tetap dalam batas yang tidak membahayakan,” katanya.

Hermawan juga menjelaskan bahwa badan akreditasi mutu telah melakukan berbagai penelitian serta uji klinis sebelum memberikan label SNI pada galon atau kemasan pangan lainnya.

Sebagai ahli epidemiologi, ia menegaskan bahwa keberadaan BPA dalam galon guna ulang telah diuji dan dinyatakan aman oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).

“Jadi, kalau galon yang digunakan untuk air kemasan sekarang sudah diuji dan memenuhi standar, rasanya tidak relevan lagi jika isu ini terus dipermasalahkan,” pungkasnya.