JAKARTA - Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar mengatakan masih berkuasanya Hamas di Jalur Gaza menimbulkan ancaman bagi Israel dan kawasan, saat masa depan otoritas di wilayah kantong Palestina itu belum jelas, saat gencatan senjata antara kelompok militan Palestina dengan Israel berlaku Hari Minggu.
Menlu Sa'ar mengatakan, Hamas akan menjadi ancaman bagi Israel dan seluruh wilayah, jika kelompok itu mempertahankan kendali di Gaza.
"Pemerintahan Hamas di Gaza tidak hanya membahayakan keamanan Israel, tetapi juga mimpi buruk bagi Palestina sendiri," yang menyebabkan perang yang melelahkan selama 15 bulan di Gaza dan wilayah tersebut, kata Menlu Sa’ar kepada media asing dalam pengarahan di Yerusalem, melansir The Times of Israel 20 Januari.
"Jika (Hamas) tetap berkuasa, ketidakstabilan regional yang ditimbulkannya mungkin akan terus berlanjut," tambahnya.
Menlu Sa’ar menggemakan komentar Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada malam Minggu, yang mulai berlaku pagi ini adalah "gencatan senjata sementara," dan gencatan senjata yang lebih permanen akan dinegosiasikan hanya mulai hari ke-16 perjanjian.
"Saya berharap kita akan mencapainya, tetapi itu belum ada di tangan kita," katanya.
Jika kesepakatan yang menguntungkan Israel tidak tercapai — termasuk menggulingkan Hamas dan memulangkan semua sandera — maka pertempuran akan kembali terjadi, tambah Sa’ar.
Dikutip dari Reuters, belum ada rencana terperinci yang disusun mengenai pemerintah Gaza setelah perang. Kembalinya Hamas ke kendali di Gaza akan menguji komitmen Israel terhadap gencatan senjata, yang telah mengatakan akan melanjutkan perang kecuali kelompok militan yang telah memerintah daerah kantong itu sejak 2007 dibubarkan sepenuhnya.
Terpisah, Mike Waltz, penasihat keamanan nasional Presiden terpilih Amerika Donald Trump mengatakan, jika Hamas mengingkari perjanjian tersebut, Amerika Serikat akan mendukung Israel "dalam melakukan apa yang harus dilakukannya."
"Hamas tidak akan pernah memerintah Gaza. Itu sama sekali tidak dapat diterima," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, gencatan senjata di Jalur Gaza berlaku mulai pukul 11:15 pagi waktu setempat pada Hari Minggu, mundur dari rencana semula pada pukul 08:30 setelah 15 bulan pengepungan dan genosida yang dilakukan oleh Israel, lapor kantor berita Palestina WAFA.
Kesepakatan gencatan senjata diumumkan oleh Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani pada Rabu (15/1), setelah mediasi oleh Qatar, Mesir dan Amerika Serikat.
Kesepakatan gencatan senjata akan dilaksanakan dalam tiga tahap, dengan tahap pertama berlangsung selama 42 hari, di mana rincian lebih lanjut dari tahap kedua dan ketiga akan dinegosiasikan.
Israel menyalahkan Hamas atas penundaan lantaran belum menyerahkan tiga nama sandera yang akan dibebaskan pertama kali pada Hari Minggu.
Hamas yang mengatakan ada kendala teknis, akhirnya menyerahkan daftar tiga nama sandera Israel yang akan dibebaskan dua jam kemudian, dikutip dari Reuters.
VOIR éGALEMENT:
Kesepakatan gencatan senjata mengatur pembebasan bertahap 33 sandera selama fase enam minggu pertama.
Otoritas kesehatan Palestina mengonfirmasi, 13 orang tewas akibat serangan Israel selama tertundanya pelaksanaan gencatan senjata.
Setelah tiga sandera pertama dipulangkan pada Hari Minggu, Israel diperkirakan akan membebaskan tahanan Palestina pertama berdasarkan kesepakatan tersebut. Menurut Hamas, 90 warga Palestina yang akan dibebaskan pada Hari Minggu termasuk 69 wanita dan 21 remaja laki-laki.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)