JAKARTA – Mengawali tahun 2025, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia kembali mencatatkan kinerja yang solid dengan ekspansi pada level 51,9 atau naik jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada di level 51,2 dan merupakan capaian tertinggi sejak Juni 2024.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan peningkatan ini didorong oleh kenaikan produksi serta permintaan baru baik dari pasar domestik maupun ekspor.
“Kenaikan PMI manufaktur ini menjadi sinyal positif mengawali tahun 2025 ini. Momentum ini akan terus dijaga, Pemerintah berkomitmen menjaga kinerja sektor riil serta mendukung kebijakan yang pro terhadap pertumbuhan industri,” ujarnya dalam keterangannya, Senin, 3 Februari.
Febrio menyampaikan perkembangan sektor manufaktur di bulan Januari 2025 mencerminkan ekspansi aktivitas konsumsi dan dunia usaha yang konsisten sejak akhir tahun lalu.
Adapun pada Desember 2024, indeks penjualan riil (IPR) meningkat 1,0 persen secara tahunan, atau lebih tinggi jika dibandingkan pada November 2024 0,9 persen.
Sedangkan indeks keyakinan konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia ekspansif di level 127,7 atau lebih tinggi jika dibandingkan pada November 2024 berada di 125,9.
Sementara dari aktivitas dunia usaha, penjualan listrik industri ekspansif 4,3 persen (yoy), meningkat signifikan dari pertumbuhan 1,5 persen pada bulan sebelumnya.
Febrio menyampaikan dengan perkembangan tersebut, optimisme pelaku industri manufaktur terhadap prospek 2025 semakin kuat.
"Kenaikan permintaan mendorong perusahaan untuk menambah tenaga kerja serta meningkatkan stok bahan baku dan barang jadi guna mengantisipasi lonjakan penjualan," tuturnya.
Sementara itu, di tingkat global, beberapa mitra dagang utama Indonesia seperti India (58,0), AS (50,1) dan Tiongkok (50,1) juga menunjukkan ekspansi manufaktur. Namun, sebagian besar negara ASEAN masih mengalami kontraksi, seperti Thailand (49,6), Vietnam (48,9), dan Malaysia (48,7).
Sementara itu, inflasi pada Januari 2025 tercatat turun menjadi 0,76 persen (yoy) anga ini lebih rendah jika dibandingkan pada Desember 2024 1,57 persen. Sementara secara bulan ke bulan, terjadi deflasi sebesar 0,76 persen (mtm) terutama didorong oleh program diskon tarif listrik di tengah kenaikan harga beberapa komoditas pangan akibat musim hujan.
“Kebijakan program diskon tarif listrik sebesar 50 persen kepada sebagian besar pengguna merupakan bagian dari program Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong aktivitas ekonomi. Kebijakan ini berdampak positif bagi perekonomian sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga,” lanjut Febrio.
Berdasarkan komponen, tren penguatan inflasi inti terus berlanjut mencapai 2,36 persen (yoy), mencerminkan permintaan yang masih tumbuh. Beberapa kelompok yang meningkat, antara lain, pakaian dan alas kaki, pendidikan, peralatan rumah tangga, perawatan pribadi, dan jasa lainnya.
Febrio menyampaikan musim hujan yang masih berlangsung juga mendorong naiknya beberapa harga pangan sehingga menyebabkan peningkatan inflasi harga bergejolak mencapai 3,07 persen (yoy).
Sementara beberapa komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga antara lain produk unggas, cabai rawit, dan ikan segar.
Di sisi lain, komponen harga diatur Pemerintah tercatat mengalami deflasi 6,41 persen didorong oleh program diskon tarif listrik.
Menurutnya, normalisasi tarif transportasi pasca libur Nataru, seperti tarif kereta api dan angkutan udara, juga berdampak pada menurunnya inflasi kelompok jasa angkutan penumpang.
Febrio menyampaikan pemerintah terus berupaya menjaga inflasi tetap terkendali guna mendukung terjaganya daya beli masyarakat, terutama menjamin akses pangan.
BACA JUGA:
Menurut Febrio, pemerintah berkomitmen untuk menjaga inflasi pada interval sasaran dengan dukungan koordinasi pusat dan daerah melalui TPIP dan TPID.
“Pemerintah secara konsisten melakukan kebijakan untuk menjaga terkendalinya inflasi pangan, termasuk meningkatkan produksi dan memperkuat cadangan pangan guna mencapai ketahanan pangan. Dalam mempersiapkan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadan dan Idul Fitri, Pemerintah akan terus memitigasi risiko gejolak yang mungkin terjadi,” tutup Febrio.