Wamentan Sudaryono Ungkap Alasan Aturan Rafaksi Pembelian Gabah Dicabut
Wamentan Sudaryono (Foto: VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono membeberkan alasan pemerintah mencabut aturan rafaksi terkait pembelian gabah kering panen (GKP) petani.

Sudaryono memastikan kebijakan ini untuk kesejahteraan petani terkait kepastian harga hasil panen. Selain itu, tanpa persyaratan ini, Bulog diharapkan bisa lebih cepat memenuhi target penyerapan 3 juta ton setara beras.

"Nah, masalahnya kalau gabahnya di sini itu (banyak syarat) target penyerapan tidak akan tercapai," ujar Sudaryono usai menghadiri rapat koordinasi bersama sejumlah kementerian terkait di Graha Mandiri, Jakarta, Senin, 31 Januari.

Dia menekankan, pembelian gabah sesuai HPP juga amanat langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Oleh karena itu, Bulog diharapkan berperan besar dalam melaksanakan penugasan tersebut.

"Itu saja sebenarnya tujuannya untuk menaikan HPP gabah petani lebih tinggi sesuai harapan presiden," ucapnya.

Untuk diketahui, pemerintah resmi mencabut aturan rafaksi terkait pembelian Gabah Kering Panen (GKP) petani.

Kebijakan terkait pembelian gabah dengan rafaksi semula tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur tentang perubahan atas harga pembelian pemerintah (HPP) dan rafaksi harga gabah setara beras.

Berdasarkan keputusan tersebut, persyaratan gabah kering panen (GKP) yang akan diserap Bulog harus memiliki kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.

Dengan kualitas itu, Bulog dapat menyerap gabah petani dengan HPP Rp6.500 per kg. Sementara, GKP yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut akan dibeli berdasarkan harga rafaksi dengan HPP berkisar Rp5.950 per kg hingga Rp6.200 per kg tergantung pada kualitas yang ada.

Kini, keputusan tersebut dicabut dengan penerbitan Keputusan Kepala Bapanas Nomor 14 Tahun 2025 per Januari 2025.