Kebutuhan Garam Farmasi Terbatas, BPOM Kebut Sertifikasi Produksi Industri Dalam Negeri
Kepala BPOM Taruna Ikrar. (Foto: Theresia Agatha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas dan Obat Makanan (BPOM) mengatakan, terdapat dua industri garam farmasi yang tengah mengajukan sertifikasi cara pembuatan obat yang baik (CPOB) untuk memenuhi standar produksi farmasi dan pengendalian mutu.

Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan, saat ini baru dua industri yang mampu memproduksi garam farmasi. Namun, kapasitas produksi dari industri garam tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Makanya kami mau percepat, kan, ada enam industri yang meng-apply ke BPOM untuk membuat (sertifikasi CPOB). Sekarang yang sudah memenuhi syarat baru dua. Nanti ada tambah lagi dua, ini on progress," ujar Taruna saat ditemui wartawan di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat, 24 Januari.

Dia menyebut, kebutuhan garam untuk industri farmasi, kosmetik, aneka pangan mencapai 2,7 juta ton per tahun. Sementara itu, industri yang saat ini pasokannya terbatas hanya mampu memenuhi garam farmasi dengan kebutuhan sebesar 6.000-10.000 ton.

Oleh karena itu, pihaknya berupaya agar industri garam farmasi yang baru dapat segera berproduksi. Meski begitu, proses yang dilewati sebelum dapat produksi dan didistribusikan cukup panjang.

"Setelah diproduksi, harus ada namanya nomor izin edar. Kemudian setelah itu distribusinya kami evaluasi, jangan sampai ada yang rusak. Kami optimistis bisa memenuhi karena akan ada empat ini yang mendapat sertifikat dari kami, industri dalam negeri kami," ucapnya.

Menurut Taruna, dua industri garam farmasi yang baru ini memiliki kapasitas produksi hingga 12.000 ton per tahun. Namun, dia mengingatkan bahwa tak semua garam yang diproduksi dapat berhasil sepenuhnya memenuhi kebutuhan nasional.

"Sebab tidak semua, sama juga dengan obat. Setelah obat itu diproduksi, tidak semuanya memenuhi standar. Ada yang dibuang, kan? Nah, sama juga garam farmasi, ini sangat esensial," tuturnya.

Dengan kondisi industri pemasok garam farmasi yang belum stabil, Taruna menilai, perlu adanya pembebasan atau pengecualian garam farmasi dari peraturan larangan impor yang telah berlaku mulai awal 2025 ini.

Sebagaimana diketahui, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahu 2022 tentang Percepatan Pergaraman Nasional. Dalam kebijakan tersebut, garam untuk industri farmasi dan aneka pangan dilarang impor.

"Kami harus paham ini adalah bahan ataupun produk yang sangat esensial bagi kehidupan orang banyak. Tentu kami minta semacam exemption apakah bertambah setahun lagi atau dua tahun lagi. Perlu kami bicarakan karena ini emergency, sampai detik ini kami masih berjuang," pungkasnya.