JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Deddy Sitorus heran dengan sikap Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang hanya memberi sanksi berat kepada delapan pegawai di kementeriannya terkait kasus pagar laut misterius di perairan Tangerang, Banten.
Ia pun mempertanyakan alasan Nusron sebab seharusnya pegawai tersebut juga diproses hukum.
“Yang jadi pertanyaan saya, ini kenapa sanksi berat? Apakah ini persoalan administrasi atau persoalan pembegalan hukum, Pak?” ujar Deddy dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Januari.
Menurut Deddy, pemberian sanksi berat dalam kasus pagar laut tidak cukup memberi efek jera. Legislator PDIP itu pun khawatir kasus pemberian hak guna lahan seperti kasus pagar laut di perairan tangerang akan terjadi lagi apabila para pelakunya tidak diproses hukum.
“Kalau hanya sanksi berat, Pak, ini akan berulang terus di mana-mana. Kalau hanya inspektorat yang turun tidak akan ada yang namanya efek jera,” tegas Deddy.
“Ya paling sanksi berat di kantong gua sudah Rp30 miliar. Kalau gua makan gaji berapa tahun sampai pensiun enggak dapat Rp30 miliar. Sudah, gitu-gitu aja kita,” sambungnya.
Deddy menilai, pelaku dalam kasus pagar laut seharusnya diproses hukum. Sebab menurutnya, penerbitan ratusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di laut Tangerang masuk ke dalam kejahatan.
“Saya kira tidak cukup hanya sanksi berat, harus proses hukum karena ini kejahatan, bukan malpraktek yang hanya berkonsekuensi sanksi-sanksi,” tegas Deddy.
“Saya minta, mohon, ya sudah proses hukum, Pak, sehingga bisa dibatalkan itu, karena soal ruang abu-abu aturan kita itu sangat mudah dimanipulasi, semua ada bohirnya, semua bisa-bisa aja,” pungkasnya.