Kasus KDRT Tertinggi Sepanjang 2024 Terjadi di Kabupaten Bekasi  
Ilustrasi KDRT (unplash)

Bagikan:

BEKASI – Kabupaten Bekasi mencatat angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan dan anak tertinggi sepanjang 2024. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, tercatat 267 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan 46 kasus diantaranya merupakan KDRT.  

Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) DP3A, Fahrul Fauzi, menjelaskan bahwa selain KDRT, terdapat 38 kasus pelecehan seksual, 26 kasus kekerasan fisik, dan beberapa jenis kekerasan lainnya dengan jumlah di bawah 25 kasus.  

Fahrul mengungkapkan, faktor utama penyebab KDRT adalah masalah ekonomi dan pernikahan dini. Pernikahan di bawah usia 17 tahun sering kali menjadi pemicu karena pasangan muda belum siap secara psikologis dan mental menghadapi kehidupan rumah tangga.  

"Kami sering menerima permohonan dispensasi nikah untuk pasangan di bawah usia 17 tahun, biasanya karena kehamilan di luar nikah atau faktor budaya," ujar Fahrul, Selasa 10 Desember.  

Selain itu, kecanduan judi online juga menjadi salah satu pemicu. Dari 46 kasus KDRT yang tercatat, sekitar 10 persen dipicu oleh pasangan yang terjerat judi online.  

"Meski jumlahnya relatif kecil, kecanduan judi online seringkali menjadi alasan pelapor dalam kasus KDRT," tambahnya.  

Kasus KDRT juga ditemukan di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), baik di lingkungan pemerintah daerah maupun kementerian. Beberapa ASN teridentifikasi sebagai korban maupun pelaku KDRT.  

"Kasus ini tidak hanya terjadi di masyarakat umum. Banyak ASN yang tinggal di Kabupaten Bekasi tetapi bertugas di Jakarta, sehingga kasus semacam ini ditemukan juga di kalangan mereka," jelas Fahrul.  

Fahrul menekankan bahwa penanganan kasus KDRT disesuaikan dengan tingkat kedaruratannya. Kasus penelantaran ekonomi atau kekerasan psikis sering kali dapat diselesaikan melalui mediasi. Namun, kekerasan fisik yang mengancam nyawa harus diproses secara hukum sesuai Undang-Undang Penghapusan KDRT.

 "Jika kekerasan sudah membahayakan fisik atau nyawa, jalur hukum adalah langkah yang harus diambil," tegasnya.  

Hingga kini, tidak semua kasus KDRT dapat diselesaikan. Beberapa masih dalam proses penanganan, sementara lainnya belum mencapai solusi meski telah bergulir cukup lama.  

"Masih ada kasus yang belum tuntas. Kami terus berupaya untuk menyelesaikannya secara maksimal," tutup Fahrul.