Racun Sianida Tewaskan 6 Orang di Hotel Grand Hyatt Bangkok Thailand
ILUSTRASI UNSPLASH

Bagikan:

JAKARTA - Keracunan sianida kemungkinan besar menjadi penyebab kematian enam orang yang mayatnya ditemukan di kamar hotel mewah di Bangkok. Tersangka pembunuh termasuk di antara korban tewas, kata polisi Thailand.

Bahan kimia yang bereaksi cepat dan mematikan itu ditemukan pada gelas minum dan teko di kamar hotel mewah Grand Hyatt Erawan, dan wawancara dengan kerabat korban mengungkapkan telah terjadi perselisihan mengenai utang terkait dengan investasi, kata polisi.

Keenamnya adalah etnis Vietnam, dua di antaranya berkewarganegaraan AS, dan ditemukan tewas pada Selasa malam. Biro Investigasi Federal AS telah membantu polisi dalam penyelidikan tersebut, kata polisi.

“Kami menemukan sianida di dalam cangkir teh, keenam cangkir kami menemukan sianida,” Trirong Phiwpan, Komandan kantor polisi Thailand dilansir Reuters, Rabu, 17 Juli.

“Setelah staf membawa cangkir teh dan dua botol air panas, susu dan teko teh... salah satu dari enam sianida dimasukkan,” katanya. Hasil autopsi diharapkan keluar pada hari berikutnya, kata polisi.

Pemerintah Vietnam mengatakan kedutaan besarnya di Bangkok berkoordinasi dengan pihak berwenang Thailand mengenai kasus ini.

Sementara Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya memantau situasi dan pihak berwenang setempat bertanggung jawab atas penyelidikan tersebut.

Grand Hyatt Erawan yang dioperasikan oleh Erawan Group, memiliki lebih dari 350 kamar dan terletak di kawasan wisata populer yang terkenal dengan perbelanjaan dan restoran mewah.

Berita mengenai kematian tersebut, yang awalnya dilaporkan oleh beberapa media Thailand sebagai penembakan, bisa menjadi kemunduran bagi Thailand karena negara tersebut sangat bergantung pada sektor pariwisata yang penting untuk menghidupkan kembali perekonomian yang telah terpuruk sejak pandemi ini.

Thailand memperkirakan kedatangan 35 juta wisatawan asing tahun ini, naik dari 28 juta wisatawan asing pada tahun lalu yang menghabiskan 1,2 triliun baht (33,71 miliar dollar AS).

Perdana Menteri Srettha Thavisin pada Selasa mendesak penyelidikan cepat terhadap masalah ini untuk membatasi dampaknya terhadap sektor perjalanan Thailand.