Memori Barack Obama Salah Ucap Sumpah dalam Pelatikan Presiden Amerika Serikat 2009
Momentum Barack Obama dilantik sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2009. (Wikimedia Commons)

أنشرها:

JAKARTA - Kemunculan Barack Obama dalam peta politik Amerika Serikat (AS) mengejutkan seisi dunia. Obama bukan sekedar politisi biasa. Obama jadi orang kulit hitam pertama yang menjajal kemampuannya dalam kontestasi politik tingkat tinggi Negeri Paman Sam, Pilpres AS 2008.

Peluang Obama jadi Presiden AS besar. Partai Republik pun menggerakan mesin partainya secara serius supaya Obama menang. Sesuatu yang diramalkan banyak orang terjadi: Obama jadi Presiden AS terpilih. Namun, pelantikannya tak berjalan mulus.

Rasisme kaum kulit putih ke kulit hitam bak masalah yang tak pernah selesai di AS. Kaum kulit putih merasa mereka memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding kulit hitam. Kondisi itu membuat kaum kulit hitam kerap mendapatkan sentimen negatif: kriminal, pecandu, dan penjahat.

Sentimen rasis terus hadir di AS. Akibatnya banyak anak kulit hitam di AS tak berani mimpi tinggi-tinggi. Barack Obama pun muncul sebagai pengecualian. Pria kelahiran Honolulu, Hawaii 4 Agustus 1961 itu diketahui telah memantapkan cita-citanya sebagai presiden sedari kecil.

Keinginan itu dituturkan oleh guru Obama kala bersekolah di Indonesia. Kala itu Obama sempat ikut ibunya, Ann Dunham yang kebetulan menikah lagi dengan pria asal Indonesia, Lolo Soetoro ke Jakarta. Keinginan Obama jadi presiden nyatanya bukan angan-angan belaka.

Ia bak membangun jalannya sendiri untuk meraih cita-cita. Kehidupannya di Hawaii dan Jakarta mengajarinya banyak hal tentang keberagaman – menghargai perbedaan. Ia pun mampu menempuh pendidikan tinggi, dari Universitas Columbia hingga Harvard Law School.

Barack Obama dan istrinya, Michelle Obama berserta Joe Biden dan Istrinya Jill Biden selepas pelantikan Presiden-Wakil Presiden AS pada 20 Januari 2009. (Wikimedia Commons)

Kondisi itu membawanya masuk gerbang politik AS pada 1996. Obama kala itu terpilih sebagai Senator dari Illinois. Kehadirannya sebagai senator dikagumi banyak orang. Banyak orang kepincut dengan karisma Obama.

Mereka yang jatuh hati bukan melulu warga kulit hitam, tapi kulit putih. Kondisi itu membuat tak banyak orang yang memandang rendah Obama karena kulit hitam. Obama dipandang penuh harapan dan dapat meningkatkan hajat hidup rakyat AS.

Puncaknya, Partai Demokrat kepincut menjadikan Obama dan Joe Biden sebagai capres dan cawapres andalan Partai Demokrat. Ia mampu mengungguli popularitas kandidat capres Partai Demokrat lainya, Hillary Clinton. Keputusan itu membawa kemenangan besar bagi Obama dan Partai Demokrat dalam Pilpres AS 2008.

“Kepada wartawan, ia mengatakan yang pertama dilakukan setelah menjadi senator adalah mempelajari bagaimana lembaga itu bekerja, bagaimana membuka keran di wastafel, serta bagaimana menggunakan telepon di sana. Inilah strategi mengenal lingkungan terdekat.”

“Dengan strategi ini ia menancapkan pengaruhnya di Illinois. Seperti bebek sawah yang terus mengitari sawah yang ia kenal, Obama mengetuk dari satu pintu ke pintu lain, dari satu komunitas ke komunitas lain, hingga akhirnya ia merebut para pemilih di seluruh Amerika. Ia menjadi Presiden Amerika pada usia muda: 47 tahun,” ujar Yos Rizal dan kawan-kawan dalam majalah Tempo berjudul Sang Presiden dari Menteng Dalam (2008).

Salah Ucap Sumpah

Kemenangan Obama disambut dengan gegap gempita oleh rakyat AS. Obama akan jadi sejarah baru AS. Ia akan mendapatkan predikat sebagai Presiden AS kulit hitam pertama. Kondisi itu jadi bukti bahwa urusan warna kulit bukan lagi isu vital di AS.

Namun, Obama harus lebih lebih dulu melewati pelantikan secara resmi yang berlangsung di depan Gedung Capitol pada 20 Januari 2009. Obama senang bukan main. Ia menganggap pelantikan adalah momentum spesial dalam hidupnya. Mimpinya selangkah jadi nyata.

Prosesi pengambilan sumpah sebagai Presiden AS pun dilaksanakan. Ketua Mahkamah Agung, John Robert bertindak sebagai penuntun Obama membaca sumpah. Masalah muncul. Upacara pelantikan itu tak berjalan mulus.

Robert yang harusnya menuntun Obama mengucap sumpah tak menjalankan peran itu dengan baik. Robert tampak kebingunan dalam mengucapkan sumpah. Obama sempat mencoba menginterupsi, tapi terpaksa dilanjutkan.

Obama terpaksa meniru ucapan salah Robert. Robert mengucapkan: I will execute the office of president to the United States faithfully. Padahal, Robert harusnya mengucapkan: I will faithfully execute the office of president of the United States.

Kesalahan itu membuat Obama terpaksa harus mengulang pengambilannya sumpah kembali esok hari pada 21 Januari 2009. Prosesi itu dilakukan secara terbatas di Gedung Putih. Mereka yang hadir terbatas pada pejabat tinggi dan awak media saja.

Peristiwa itu menghebohkan dunia. Bahkan, tak sedikit pula yang menganggap pelantikan Obama sebagai Presiden AS kulit hitam pertama disabotase. Namun, pengambilan sumpah kedua yang lancar saja membuat isu salah sumpah Obama mereda. Barack Obama sendiri cukup santai dan bersenda gurau dalam pengambilan sumpah keduanya.

"Namun karena sumpah tersebut tercantum dalam Konstitusi dan karena ada satu kata yang salah tempat, Hakim Agung John Roberts akan mengambil sumpah untuk kedua kalinya," ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Robert Gibbs sebagaimana dikutip laman ANTARA, 22 Januari 2009.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)