JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengungkapkan pihaknya masih melakukan kajian terhadap dampak keluarnya Amerika Serikat dari Paris Agreement atau Perjanjian Paris terhadap pendanaan proyek-proyek transisi energi di Indonesia.
“Bagaimana dampak-dampaknya kita masih lakukan pengkajian, itu kan baru disampaikan sama Presiden Trump,” ujar Yuliot yang dikutip Jumat, 24 Januari.
Yuliot memastikan Indonesia masih berkomitmen terhadap trsisi energi dalam Paris Agreement.
Sementara itu Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengungkapkan Indonesia siap mencari alternatif lain untuk menggantikan posisi Amerika Serikat jika keputusan keluar dari Paris Agreement tersebut memengaruhi pendanaan transisi energi.
“Kalau negaranya memang tidak (berinvestasi di EBT), ya kami dorong dari negara lain,” kata Eniya.
Sebelumnya pada Senin 20 Januari waktu setempat usai pelantikannya, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa AS akan menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris 2016 karena menganggap perjanjian tersebut tidak adil dan berat sebelah.
اقرأ أيضا:
Pada hari yang sama, Trump menandatangani perintah eksekutif untuk secara resmi menarik diri dari perjanjian tersebut.
Perjanjian Paris tentang perubahan iklim diadopsi pada tahun 2015 oleh 195 anggota Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.
Tujuan Perjanjian Paris adalah untuk membatasi peningkatan suhu rata-rata global hingga jauh di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, dan sebaiknya mendekati 1,5 derajat Celcius.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)